星洲网
星洲网
星洲网 登入
Newsletter|星洲网 Newsletter 联络我们|星洲网 联络我们 登广告|星洲网 登广告 关于我们|星洲网 关于我们 活动|星洲网 活动

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

地方

|

砂专栏/交流站

|
发布: 10:00am 17/10/2023

語文出版局星洲 合力推廣學國語(7)

砂拉越分局與星洲日報攜手合作推廣學習國文,2023年4月起,推出名為“語文的表達是文學的根基”(Bahasa Ekspresi Sastera Tunas)欄目。

有關欄目將在每個月的第3個星期二推出。聯辦單位也歡迎民眾通過掃描QR Code發送作品。

ADVERTISEMENT

Sifat Efemeral Kehidupan dan Refleksi Diri
Oleh: Mohamad Faizal Jamil

SAJAK “Diari Kepingan Salji” karya Sophia Tiong Si Min berbicara tentang kefanaan atau sifat efemeral (sementera) sebuah kehidupan yang dilihat melalui sekeping salju. Penulis menggunakan salju sebagai simbol untuk mengingatkan betapa sesuatu yang indah dan mempesonakan hanyalah bersifat sementara semata-mata. Cukup masa akan sirna jua. Sajak ini memberi penekanan pada sifat ketidakkekalan dan perubahan yang tidak mungkin dapat dielakkan oleh seorang insan.

Gaya bahasa dalam sajak ini mencipta suasana dan menyampaikan pesan kepada pembaca. Antaranya ialah simbolisme – salju digunakan sebagai simbol efemeral (fana) dan matahari pula sebagai simbol kekuatan yang mampu mengakhiri sebuah kehidupan. Penggunaan metafora “menari dengan angin” dan “dalam sinaran matahari musim sejuk”, menggambarkan kebebasan dan kebahagiaan yang sementara. Terdapat juga pengulangan kata melalui frasa “wujud seketika” dan “bakal lebur, hilang” untuk menekankan sifat efemeral itu sendiri. Elemen kontras seperti “jasad sejukku” dan “kulit hangat mereka” serta antara tawa dan keberadaan yang sementara menambahkan lagi kompleksiti interpretasi dalam sajak ini. Penggunaan diksi “didakap”, “telapak tangan” dan “senyum tawa insan” turut memberikan nuansa kehangatan dan kemanusiaan yang menjadi kontras dengan kefanaan yang dihadapi. Personifikasi seperti angin dan matahari serta “rakan-rakan puing salju” pula diberikan sifat manusia, memperkaya makna dan memberikan dimensi emosi pada isi dalaman sajak ini.

Pemikiran yang dipugar dalam sajak ini boleh dianalisis dari beberapa sudut pandang yang berbeza seperti sifat efemeral yang menciptakan perasaan untuk menghargai sisa-sisa kehidupan yang ada; interaksi antara manusia dan alam dan kemampuannya mempengaruhi kehidupan manusia dari perspektif salju. Selain itu terdapat juga nilai kemanusiaan dan pertautan emosi, terutamanya dalam hubungan dengan “senyum tawa insan” dan “telapak tangan”.

Kekuatan sajak ini dilihat daripada penggunaan simbolisme terutamanya dalam perwatakan salju dan matahari untuk menggali tema kefanaan. Selain itu lapisan makna yang memungkinkan pembaca untuk memahaminya dalam konteks yang beragam melalui perenungan falsafah turut disajikan. Dari sudut struktur dan ritma pula terdapat pengulangan beberapa frasa yang menarik dan jelas dalam menyampaikan tema dan konsepnya. Sudah tentunya kekuatan gaya bahasa dalam sajak ini juga menambahkan kesan emosi dan kebijaksanaan penulis.

Kelemahan sajak ini mungkin sahaja dilihat dari sudut kekaburannya. Walaupun lapisan makna perlu untuk menguatkan sesebuah sajak tetapi ia juga boleh menjadi kelemahan jika pembaca sukar untuk memahami maksudnya. Apatah lagi sajak yang relatif pendek ini juga mungkin satu kelemahan kerana mungkin boleh merencatkan kepuasan pembaca. Secara keseluruhannya, sajak “Diari Kepingan Salji” ialah sebuah karya yang kuat dengan beberapa elemen yang boleh ditingkatkan. Namun, kekuatannya dalam simbolisme dan lapisan makna membuatnya menjadi sebuah karya yang memicu banyak pemikiran dan interpretasi.

Sajak “Teratak Tua” karya Chuah Kee Man pula mengetengahkan tema nostalgia, perubahan dan ketidakkekalan melalui lensa sebuah rumah tua di pinggir desa. Rumah usang dijadikan simbol untuk pelbagai aspek kehidupan, mulai daripada identiti budaya – “lambang pusaka sejak merdeka” – hingga kitaran kehidupan dan kematian – “tiangnya rapuh dimamah usia”.

Gaya bahasa dalam sajak ini membentuk atmosfera dan mengekspresikan tema-tema utama. Antaranya ialah personifikasi – “tiangnya rapuh dimamah usia” dan “dindingnya bertutur kisah silam”, yang menambahkan dimensi emosional dan memperkuat simbolisme. Metafora “lambang pusaka sejak merdeka” pula menghubungkan rumah tua dengan identiti budaya dan sejarah. Pengulangan kata dan frasa seperti “saat” memberikan ritma dan struktur serta menekankan idea-idea utama sajak. Terdapat juga elemen kontras melalui ungkapan “dakapan hangat terasa biarpun kini sunyi”, “tawa dan tangisan” dan “pergi tidak kembali”. Penulis menggabungkan dua elemen yang berlawanan untuk mencipta kesan yang kuat dan kompleks. Imejan melalui deskripsi visual seperti “bau masakan tersayang masih diimpi”, memperkuat atmosfera sajak ini dan membantu pembaca membayangkan setiap adegan. Elemen anafora seperti “saat semuanya pergi tidak kembali” dan “saat dirinya tidak diperlukan lagi”, turut menambahkan kekuatan pada tema kehilangan dan ketidakperluan.

Sajak ini memperlihatkan pemikiran yang mendalam tentang pelbagai tema termasuk sifat efemeral – “tiangnya rapuh, dan kayu di dapurnya tidak lagi berapi” – yang merentasi sifat sementara sebuah kehidupan dan nostalgia. Ia menceritakan tentang perubahan yang tidak dapat dihindarkan dan pudarnya tempat-tempat dan memori yang pernah terakam seiring mengalirnya waktu. Rumah tua yang dianggap sebagai “lambang pusaka sejak merdeka” menunjukkan peranannya sebagai peninggalan sejarah dan budaya yang penting. Elemen-elemen seperti “tawa dan tangisan” atau “dakapan hangat” di tengah kesunyian mencerminkan kompleksiti emosi dan pengalaman manusia. Sajak ini menyinggung tentang takdir yang tidak semestinya berkesudahan dengan hajat seseorang. Sajak ini merupakan refleksi diri dan nostalgia penulis yang cuba mengajak pembaca merenung tentang hubungan manusia dengan masa lalu, tempat dan memori.

Kekuatan sajak ini ialah keberhasilannya merangsang emosi pembaca melalui penggunaan bahasa yang kaya dan imaginatif. Temanya yang berlapis juga menambahkan kedalaman intelektual dalam ramuan sajak ini. Gaya bahasa yang digunakan juga menarik dan dinamik selain strukturnya yang teratur serta permainan ritma yang menambahkan keindahan dan kejelasan ketika membacanya.

Bagaimanapun, beberapa aspek pada sajak ini mungkin terlalu simbolik atau kabur, menyukarkan pembaca untuk menekuni dan memahami maksudnya. Nada yang konsisten melankolik juga memberi kesan perasaan yang mendatar kepada pembaca. Sajak ini terlalu fokus pada perspektif dan perasaan terhadap teratak tua tanpa mengambil kira kesan sosial atau budaya dari hilangnya struktur bersejarah seperti ini.

Secara keseluruhan, sajak “Teratak Tua” merupakan sebuah sajak yang kuat dengan beberapa kelemahan. Namun, kekuatannya dalam merentasi emosi dan tema kompleks membuatnya menjadi sebuah karya yang berkesan dan baik.

打开全文

ADVERTISEMENT

热门新闻

百格视频

ADVERTISEMENT

点击 可阅读下一则新闻

ADVERTISEMENT